MISTERI DIBALIK BANJIR BANDANG BIMA - BAG.1


Dalam benak Ketua Umum Komunitas Babuju, Rangga Babuju, berkecamuk aneka pikiran yang terus mengganggu sejak dua minggu pascabanjir Bima pekan lalu, Beberapa kali Ia coba menyepikan diri untuk perenungan mendalam, berharap ada Hidayah dan menemukan jawaban, Namun, tetap saja menyisakan pertanyaan, hingga Ia menyimpulkan satu jawaban dari ambang batas kemampuan, logika dan nalar pikiran yang dimiliki, yaitu ‘Kunfayaqun’.

Debit air hujan dengan volume hujan per 1.000 meter kubik luas cakupan 100 meter persegi dalam rentang waktu dua jam, berdasarkan sebaran awan diketinggian 7.000 feet dan kekuatan angin 42 knot pada tekanan udara 995 mb, visibilitas cuaca 6.6, pada saat banjir dan banjir susulan tgl. 21-23 Desember 2016 , sebenarnya tidak akan menyebabkan arus air yang deras dalam waktu tiga jam, Kata Rangga

Analisis BMKG, terlepas dari keakurasian yang diprediksikan, bahwa Banjir pada saat itu empat kali lebih besar dari perkiraan dan Prediksi Tekhnologi buatan manusia. BMKG pun mempertanyakan, dari mana datangnya Air bah yang dasyat yang melebihi dari perkiraan tersebut? Air setinggi 2 hingga 4 meter menerjang apa saja yang dilewatinya padahal tidak ada satupun DAM di DAS di Daerah Aliran Sungai seperti di Wilayah Ncai Kapenta, Wawo Sori Pesa dan Lampe atau Ntonggu.

Banjir Bandang yang meluluhlantahkan Kota Bima pekan lalu, sejumlah Mahasiswa yang belajar Geodesi pun menjadikan bahan analisa bahwa banjir yang menyebabkan kehancuran sedemikian rupa sama dengan Jebolnya Dam Pelaparado dengan kapasitas tiga kali dari volume air pada saat normal di Dam Pelaparado adalah diluar kewajaran.

Selain soal Mistery Air Bah yang tiba-tiba datang menerjang, adalah Soal Infrastruktur Kota Bima dan Pemukiman masyarakat yang berdampak pada kerusakannya mencapai 80 %. Berdasarkan perbandingan Bencana Banjir Bandang diberbagai daerah di Indonesia, sejatinya bencana di Bima akan menelan korban jiwa yang tidak seditit, namun nyatanya Nihil Korban jiwa, sekalipun ditemukan 1 korban di Dam Rontu adalah korban dengan riwayat kesehatan yang mengalami kelainan jiwa.

Satu hal yang patut diaproriari adalah Gerakan Kemanusiaan Warga Kabupaten Dompu yang Masif dan tanpa pamrih, Padahal secara emosional, hubungan kekerabatan warga Kota Bima dan warga Dompu hanya 20%. Selain itu dalam sejarah kebencanaan, Dompu tidak memiliki Jasa luar biasa pada warga Kota Bima, sehingga warga Dompu harus bergerak maksimal untuk membalas jasa warga Bima. Siapa yang menggerakkan hati warga Dompu sampai masyarakatnya bejibun-jibun dijalan raya?. Mudah-mudahan bukan dijadikan sebagai moment pencitraan dalam persaingan Pilkada.

Banjir Bandang Bima, hanyalah 'Air yang menyibak kembali pada jalurnya'. Air yang tidak merenggut jiwa ini untuk menapaki kembali pada jalur apa adanya, Air yang meluap karena jalur yang semestinya ia lalui semakin sempit oleh bangunan pongah para oknum manusia yang serakah, Air meluap karena tanah yang menjadi pijakannya dipatok menjadi tanah pribadi hingga berdiri bangunan megah yang tak ayal menjadi tanah dan bangunan yang bersengketa, Maka tidak salah Air pun menjadi Murka.

Semoga Musibah Banjir Bandang Bima, Semoga memupus segala Kecongkakan, Kesombongan, keangkuhan dan Kebencian antar sesama. Mari intropeksi diri, memupuk kembali solidaritas dalam semangat kebersamaan yang mumpuni dan mensyukuri bahwa dibalik musibah, akan banyak hikmah yang kita dapatkan, Dibalik Kesusahan, pasti ada jalan Kemudahan, Pungkasnya.

Penulis : Rangga Babuju
Editor : Abunawar Bima
Share this article :

KLIK GAMBAR DIBAWAH INI UNTUK KE ARTIKEL LAINNYA